DETIKfinance – Penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali ramai dibicarakan. Ini setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, sebagai tersangka dugaan korupsi terkait penerbitan surat keterangan lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Sonny Loho, mengatakan sisa utang BLBI yang belum dibayar adalah Rp 31 triliun.
Untuk Sjamsul Nursalim tidak termasuk dalam utang tersebut, karena sudah ada surat keterangan lunas (SKL) yang dikeluarkan.
Seperti diketahui, Syafruddin Temenggung menjadi tersangka KPK karena mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham atau surat keterangan lunas (SKL) atas Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) pada tahun 2004.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI.
“Sisa utang BLBI sekitar Rp 31 triliun. Ini ada yang diurus kita, dan ada yang dulu, kayak Samsul Nursalim kan waktu ke Kemenkeu dianggap sudah enggak ada,” kata Sonny di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (28/4/2017).
Utang BLBI tersebut adalah yang diurus oleh Kemenkeu langsung, ada juga yang bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
“Itu kalau yang sudah jelas dikasih ke ini, KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Negara), perusahaan piutang negara. Ditagih. Jadi dikejar terus,” kata Sonny.
Semua upaya hukum terus dilakukan pemerintah untuk mengejar tagihan utang BLBI tersebut. Untuk utang BLBI Rp 31 triliun tersebut, Sonny mengatakan, dimiliki oleh lebih dari 20 obligor. :: DETIKfinance/Muhammad Idris/28apr2017