Media

BPK: Perhitungan Kerugian Negara Terkait BLBI Atas Permintaan KPK

22 Mei 2018

https://kumparan.com/

KUMPARAN, JAKARTA – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Moermahadi Soerja Djanegara, menegaskan audit kerugian negara dalam kasus BLBI dilakukan pihaknya atas permintaan dari KPK. Audit tersebut yang kemudian dipermasalahkan terdakwa kasus BLBI, Syafruddin Arsyad Temenggung.

“Permintaan KPK untuk menghitung kerugian negara,” kata Moermahadi usai mengikuti acara buka puasa bersama di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/5).  Dalam eksepsinya, Syafruddin menilai audit yang dilakukan BPK terkait permasalahan pelunasan utang BLBI oleh Bank Dagang Negara Indonesia (BLBI) tidak konsisten.

Terkait hal tersebut, Moermahadi tidak menampik ada beberapa audit yang dilakukan BPK. Namun menurut dia, beberapa audit dilakukan dilakukan dengan tujuan yang berbeda.

“Ini pemeriksaan (audit terbaru) yang kami lakukan menghitung kerugian negara. Sedangkan sebelumnya, pemeriksaan untuk tujuan tertentu, pasti beda. Jadi saya juga belum tahu, bisa saja nanti ada bukti baru, tentu beda perhitungannya,” kata dia.

Dalam persidangan, Syafruddin melalui pengacaranya mempermasalahkan audit BPK yang menyebutkan adanya kerugian negara dalam kasusnya. Pada tahun-tahun sebelumnya, BPPN dinilai diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan. Sementara, dalam laporan 2017, BPK diniai hanya memeriksa dan menyimpulkan data sekunder.

Hasil audit tersebut juga dinilai bertentangan dengan audit sebelumnya. Pihak Syafruddin meyakini, audit BPK sebelumnya pada 2002, menyatakan bahwa perikatan perdata dalam kasus BDNI, telah final dan closing.

Sementara, audit BPK pada 2006, menyimpulkan bahwa pemberian SKL untuk BDNI memang layak diberikan. Lantaran, pemegang saham BDNI, yakni Sjamsul Nursalim, dinilai telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA).  Kewajiban itu adalah membayar piutang atas kredit petani tambak milik Sjamsul yang macet.

Namun, pada audit investigasi BPK pada 2017 menyebut adanya temuan kerugian negara. Akan tetapi, kubu Syafruddin menilai, temuan kerugian itu tidak dapat membatalkan temuan BPK sebelumnya. :: KUMPARAN/22mei2018