Oleh Lazuardhi Utama | 30 Oktober 2017
VIVA – Makin menjamurnya bisnis online (e-commerce) di Indonesia membuat sejumlah pusat perbelanjaan besar akhirnya menyerah alias tutup. Sebut saja Glodok, Matahari dan Lotus Department Store, serta Debenhams. Fenomena ini disebabkan adanya perubahan pola hidup masyarakat seiring dengan berkembangnya teknologi informasi. Para pelaku e-commerce ini seperti menggantikan peran pusat perbelanjaan besar yang masih menganut pola offline atau sistem konvensional.
Namun, bukan berarti seluruh pusat perbelanjaan besar juga ikut tenggelam dengan arus digitalisasi. Alun Alun Indonesia misalnya. Di mata Kepala Eksekutif PT Alun Alun Indonesia, Pincky Sudarman, perusahaannya berhasil membangun merek sebagai gerai produk kreatif terlengkap. Ia bahkan mengklaim bahwa Alun Alun Indonesia sebagai ‘jendela’ keragaman budaya Indonesia.
“Dalam situasi di mana banyak gerai yang tutup. Baik di luar maupun dalam negeri, kinerja kami tetap stabil, terus eksis dan siap bersaing dalam era belanja online,” kata Pincky, Senin, 30 Oktober 2017.
Untuk menjaga citra produk kreatif Indonesia, Pincky menuturkan, Alun Alun Indonesia melakukan seleksi ketat kepada setiap vendor. Mereka dipilih melalui suatu proses kurasi, bimbingan perihal mutu, desain dan display.
Panggung Kreativitas
Pilihan produk berdasarkan prinsip berbasis tradisional dengan jiwa kontemporer, dan semboyan yang digunakan di Alun Alun Indonesia adalah Inspiring Innovations. Alhasil, jumlah vendor yang semuanya kategori UKM, meningkat rata-rata lebih dari lima kali lipat dalam 10 tahun, dari 82 vendor di 2007 menjadi 540 vendor saat ini. Fashion designer misalnya. Pada 2007 baru 7 vendor, kini jumlahnya sudah 85 vendor. Lalu, fesyen anak muda dari 44 kini 112 vendor. Musik yang dahulu hanya satu kini 33 vendor. Cenderamata dari 24 menjadi 52 vendor, serta oleh-oleh makanan dari 44 menjadi 83 vendor.
“Sebagai konsep baru dalam gerai produk kreatif, tidak mudah untuk membangun Alun Alun Indonesia. Dengan dukungan founder dan konsep yang matang, maka gerai bisa beroperasi secara berkelanjutan,” paparnya.
Sementara itu, mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu menilai, bertahannya Alun Alun Indonesia karena bukan sekadar tempat belanja ritel, tetapi ‘panggung’ dan tempat kreativitas serta warisan budaya Indonesia. “Ini bukti kalau industri kreatif dan orang kreatif bisa berkembang, terus berinovasi dan menciptakan kreasi baru. Ke depan, tentunya juga perlu dipikirkan bagaimana menghadapi era transformasi seperti bisnis online,” ujar Mari.
http://m.viva.co.id/digital/digilife/972578-derasnya-e-commerce-tak-bikin-gerai-lokal-ini-tergerus