Ahmad Fuad Afdhal, PhD | KOMPASIANA | 13 Juni 2019
Boleh jadi kasus pengusaha konglomerat Syamsul Nursalim merupakan kasus yang paling banyak dibahas di kalangan dunia usaha dan penguasa. Ini karena kalau dihitung-hitung kasus ini sudah menjadi berita berbagai media dalam dan luar negeri. Diakui atau tidak kasus ini secara tidak langsung telah melambungkan popularitas pengusaha konglomerat Syamsul Nursalim.
Berita terakhir dari pihak KPK bahwa pengusaha Syamsul Nursalim berada di Singapura. Ini sebetulnya seperti lelucon karena KPK sudah tahu di mana keberadaan Syamsul Nursalim (SN) dan istrinya Itjih Syamsul Nursalim (ISN). Tapi dibuatkan kesan sedemikian rupa seolah-olah KPK telah berusaha keras untuk mencari keberadaan pasangan Pasutri tersebut. Bagaimanapun KPK ditunjang oleh sistem kerja yang terkini yang merupakan bantuan dari pihak negara maju. Jadi tidak heran jika banyak yang menyimpulkan bahwa kasus ini merupakan perpanjangan tangan dari kelompok-kelompok politik di Indonesia.
Dari berbagai rumor yang beredar tampaknya kasus SN dan ISN seperti digantung. Akan tetapi kasus ini setiap saat dibuka, tergantung kepada siapa yang berkepentingan. Ada yang menyebutkan bahwa kasus ini memang tidak mudah diselesaikan karena menyangkut masalah politik? Politik yang dimaksud di sini sebetulnya apa? Apakah yang dimaksud adalah kepentingan partai-partai politik yang berkuasa? Atau merupakan politik yang lebih merupakan kaitan antara adanya kelompok-kelompok kepentingan di KPK yang memanfaatkan situasi di KPK seolah-olah merupakan sesuatu yang memiliki dampak politik dalam kehidupan politik di Indonesia?
Pada umumnya masyarakat yang memiliki keterbatasan informasi hanya mampu mereka tetapi kenyataannya tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam gedung KPK. Paling banyak dengan keterbatasan akses pihak tertentu bias mendengar bisik-bisik bahwa apa yang sebetulnya terjadi dengan kasus BLBI-BDNI yang dimaksud.
Akhirnya pasangan pengusaha konglomerat suami istri ini menjadi bulan-bulanan siapapun yang memiliki kepentingan, bahkan media pun ikut meramaikan situasi karena memang daya tarik dari kasus ini cukup tinggi. Sementara itu sebagai kesimpulan bisa dibuat persepsi dengan memakai nama politik, sama saja dengan menyandera pengusaha SN dan ISN. Hanya saja masyarakat akan kecewa jika mengharapkan kasus ini akan tuntas secepatnya. Ini tidak lain karena banyak sekali yang berminat untuk meramaikan situasi bukan sekadar pencari solusi.
Dagang vs Politik
Jika seandainya dilakukan analisis secara historis, nampak sekali bahwa aspek bisnis (dagang) sering dianggap menjadi alat ampuh dalam menekan lawan politik suatu Negara. Agar strategi ini berjalan lancar maka Negara besar memakai tabir aspek politik. Padahal yang sebetulnya terjadi adalah persaingan bisnis.
Namun strategi ini tidak selalu berjalan mulus oleh karena embargo di antara para Negara besar seringkali banyak lubang-lubangnya (loop holes). Ada baiknya kita melihat ketegangan yang sekarang sedang memuncak: baca Donald Trump (Amerika Serikat) vs Xi Jinping (RRC). Ketegangan diawali dengan tuduhan bahwa alat-alat komunikasi Huawei memiliki kemampuan spionase dan intelijen. Namun pihak RRC menolak tuduhan tersebut. Trump mengancam akan melakukan embargo yang diperkirakan akan merugikan pihak Cina, baca Huawei. Namun sebetulnya kalau dibuat perhitungan tidak ada yang memperoleh keuntungan dengan perang dagang seperti itu. Perang dagang yang memakai kedok politik lebih banyak merupakan pemuas ego dari pemimpin Negara-negara besar. Bagaimanapun investasi bisnis Amerika Serikat di RRC juga tidak sedikit.
Dalam kasus-kasus lebih kecil yang terkait dengan Negara-negara kecil, misalnya Amerika Serikat Baca Donald Trump vs Korea Utara baca Kim Jong-un boleh jadi terlihat dampaknya. Namun yang menjadi korban adalah rakyat kecil di Korea Utara, sehingga tujuan untuk menekan Kim Jong-un tidak berhasil dengan mulus. Kasus di Negara kecil lainnya adalah seperti Amerika Serikat vs Iran, sementara itu pertentangan antara Amerika Serikat dengan Cuba adalah yang paling lama, kembali yang merana adalah rakyat kecil di Cuba. Sementara almarhum Fidel Castro hidupnya semasa hidupnya tetap senang dengan cerutu Havananya.
Cara-cara pemuas ego memang popular. Sayangnya tidak tepat sasaran sehingga bagi para penguasa dari kedua belah pihak hampir tidak ada dampaknya.
SN Plus ISN vs Kepentingan Politik
Memang analogi antara kepentingan ekonomi yang memakai tirai politik di antara dua negara besar tidak seratus persen tepat jika dibandingkan dengan kasus SN plus ISN vs Kepentingan Politik dari kelompok-kelompok tertentu yang berada dalam KPK. Namun demikian ada persamaan karena tujuannya adalah memenuhi kepentingan, selera, dan nafsu ego dari pihak-pihak tertentu yang berbeda keperluan dalam memanfaatkan Kemelut dalam kubu KPK.
Persamaan kepentingan ego ini memang tidak heran jika diperpanjang karena tidak menuntaskan kasus SN dan ISN. Makin lama kasus ini beredar akan menjadi permainan bagi kelompok-kelompok tertentu, kalau tidak percaya kita lihat apakah sudah ada rancangan yang tegas dalam menuntaskan kasus ini.
Sebab selama sekitar 20 tahun kedua pasangan suami istri SN dan ISN dan bagaikan tersandera dengan motivasi politik padahal sebetulnya merupakan keinginan kelompok bahkan diduga individu-individu tertentu. Apakah persoalan ini didiamkan saja, sementara yang disajikan ke masyarakat seolah-olah ini merupakan kasus yang paling pelik di dunia, di lain pihak sesungguhnya kasus ini sudah selesai. Akan lebih produktif jika semua pihak tidak memanfaatkan kasus SN dan ISN.
Bagaimanapun jika kasus ini tidak dijadikan permainan politik kedua pengusaha SN dan ISN tidak disandera lagi, maka sebagai pengusaha akan banyak manfaatnya bagi perkembangan ekonomi kita. Tentu saja merupakan harapan dari kelompok dunia usaha Gajah Tunggal (GT) untuk lebih berkiprah dalam pembangunan nasional ekonomi Indonesia.
Iklim yang kondusif bagi pengusaha manapun termasuk kelompok GT akan banyak manfaatnya termasuk pembayaran pajak, kesempatan kerja, dan penciptaan peluang-peluang bisnis baru baik dalam negeri maupun mancanegara.
Sudah barang pasti bahwa diharapkan kelompok atau oknum yang memanfaatkan KPK menghentikan upaya menyandera dunia usaha dengan berlindung di balik kepentingan politik. Permainan seperti ini sudah tidak wajar dan tidak tepat lagi untuk kepentingan nasional. Diharapkan bahwa kepentingan dunia usaha selalu dilindungi dengan penciptaan suasana yang kondusif. Ini akan merupakan citra bagi kepentingan Negara Indonesia dengan ramah investasinya. | KOMPASIANA / Ahmad Fuad Afdhal, PhD | 13 Juni 2019