FORUM KEADILAN | 16 Mei 2017, Jakarta – Dibukanya kembali kasus pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim, salah satu obligor BLBI yang mengikuti Program Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) oleh KPK mendapat perhatian dari kalangan pemerhati hukum. Salah satunya adalah Irfan Melayu SH, LLM, Praktisi dan Pengamat Hukum alumni Leiden University. Menurutnya, kasus pemberian Surat Keterangan Lunas terhadap BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia), yang pemegang sahamnya Sjamsul Nursalim, sudah dihentikan penyidikannya oleh Kejaksaan Agung, dengan menerbitkan SP3.
“Kejaksaaan Agung saat itu menyatakan Sjamsul Nursalim tidak terbukti atas dugaan tindak pidana korupsi,” jelas Irfan Melayu, di Jakarta, Senin (15/5/2017). Obyek perkara yang ditangani sama, hanya sekarang ini pintu masuknya melalui penyelenggara negara. SKL yang diterima Sjamsul Nursalim dikeluarkan oleh BPPN. Dasar pemberian SKL oleh BPPN, adalah UU No 25 Tahun 2000, TAP MPR, Inpres No 8 tahun 2002, Keputusan KKSK dan rekomendasi Menteri Negara BUMN. Kejaksaan Agung, melihat tidak ada peraturan yang dilanggar dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim.
Menurut Irfan, satu perkara yang sudah ditangani penegak hukum yang lain, seharusnya tidak boleh ditangani lembaga lainnya. Dalam penegakan hukum ada kaidah etis yang sudah disepakati KPK, Kejaksaan Agung dan Polri. “Membuka kembali kasus yang sudah ditangani pihak lain, akan mendegradasi lembaga penegak hukum (Kejaksaan Agung) dan ini tidak elok,” katanya.
Karena batasannya etis, memang antar aparat sendiri yang harus memperhatikan. Agar ada saling menghargai antar institusi penegak hukum.
Kejaksaan Agung saat itu memiliki alasan kuat menghentikan penyidikan, lantaran salah satu unsur yang esensial pada pasal 1 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 3 tidak terbukti. Yakni di mana tidak ada unsur kerugian negara. Karena itu menurut KUHAP kalau tidak terbukti unsur deliknya maka harus dihentikan proses penyidikannya. Alasan kedua, adalah adanya keluarnya SP 3 adalah Undang Undang nomor 25 tahun 2000, yakni obligor yang kooperatif dan telah melunasi hutangnya tidak lagi dituntut pidana.
SP3 kasus Sjamsul Nursalim, sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Karena diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No 215/Pid/Prap/2008/PT DKI pada tanggal 22 September 2008, yang mengabulkan banding Kejaksaan Agung.
Sekarang ini KPK mengungkapnya dari sisi penyelenggara negara, dengan mensasari mantan kepala BPPN . “Namun demikian obyek perkaranya sama, yakni SKL terhadap Sjamsul Nursalim,” jelasnya. Jika yang dilihat adalah penyelenggara negara, maka harusnya KPK menjadikan audit BPK sebagai pintu masuk untuk mengungkap. Audit BPK menyatakan pemberianSurat Keterangan Lunas (SKL) clear tidak ada masalah. Dalam auditnya BPK tidak menemukan adanya penyimpangan dalam kebijakan pemberian SKL kepada para obligor BLBI, yang sudah melunasi kewajibannya.
Mengapa audit BPK dinyatakan clear, lantaran selisih yang disebut KPK sebagai kerugian negara hak tagih piutangnya sudah diserahkan kepada Menteri Keuangan ketika BPPN bubar tahun 2004. Ini pula yang menjadi dasar terbitnya SP3 Kejaksaan Agung.
Irman Robiawan/FORUM KEADILAN/16 Mei 2017
sumber asli > http://forumkeadilan.co/hukum/pengamat-soal-skl-bdni-kejagung-sudah-keluarkan-sp3/