Berita serupa juga dimuat antara lain di LIPUTAN6, TRIBUNNEWS, TEMPO, JAWAPOS, SINDONEWS, INDOPOS, AKURAT.CO, TIRTO.ID, LAW JUSTICE, POSKOTANEWS, ELSHINTA.COM
BISNIS.COM – Pemerintah semestinya mengajukan gugatan perdata atau penagihan kepada Sjamsul Nursalim bila dipandang terjadi kekurangan bayar dalam pengembalian utang BLBI.
Pengacara Maqdir Ismail mengatakan kasus BLBI telah menghabiskan tenaga dan pikiran yang sangat menganggu dunia usaha. KPK setiap periode selalu mempersoalkan kembali perkara ini, bahkan telah menyatakan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka.
“Lebih baik pemerintah mengajukan gugatan perdata agar membayar kekurangan bila memang dipandang begitu. Dengan demikian masalah menjadi lebih sederhana dan kita tidak menghabiskan seluruh energi untuk kasus ini,” ujar Maqdir yang tercatat sebagai kuasa hukum Sjamsu Nursalim, Jumat (21/6/2019).
Maqdir menilai penetapan Sjamsul sebagai tersangka dengan mengaitkannya pada pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) tidak tepat karena surat itu sepenuhnya urusan pemerintah.
Dalam proses ini juga tidak terjadi suap menyuap sehingga alasan mentersangkakan Sjamsul sangat lemah.
Maqdir mempertanyakan sikap diam pemerintah atas keputusan KPK tersebut, mengingat pemerintah selama ini menyatakan bahwa perkara BLBI-BDNI telah selesai. Pemerintah sudah memberikan surat Release and Discharge (R&D) kepada Sjamsul pada 1999, sekitar lima tahun sebelum BPPN memberikan SKL.
Dikatakan Maqdir bahwa khusus untuk masalah BLBI –BDNI kepada Sjamsul telah diterbitkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3) oleh Kejaksaan Agung. “Ini membuktikan bahwa pemberian SKL adalah tindakan sepihak pemerintah,” kata Maqdir.
Maqdir menilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semestinya tidak boleh diam terkait perkembangan penyelesaian BLBI ini.
Maqdir mengingatkan pada 2003 ada kesepakatan antara Pimpinan Komisi IX DPR RI, Pemerintah dan Bank Indonesia bahwa penyelesaian BLBI terjadi dalam situasi krisis berdasarkan arahan Presiden pada 1997.
Dengan demikian, ujar Maqdir, kebijakan penyelesaian BLBI yang dilakukan dengan cara perdata adalah kebijakan bangsa dan negara dan dilakukan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk menyelamatkan pihak tertentu khususnya Sjamsul Nursalim.
“Jadi sekali lagi, keliru kalau ada pihak yang beranggapan bahwa penyelesaian BLBI ini harus dilakukan seperti menyelesaikan utang piutang dalam kondisi normal, karena dimensi krisis dalam penyelesaian BLBI ini lebih besar. Sehingga penyelesaiannya dilakukan secara perdata,” urai Maqdir.
Maqdir meminta KPK lebih bijak dalam memahami segala keputusan pemerintah di masa lalu, terutama kebijakan yang diambil dalam masa krisis, seperti yang dilakukan dalam penyelesaian BLBI.
“Ada hal yang tidak bisa dilupakan termasuk oleh KPK, Kejaksaan Agung telah memberikan SP3 atas dugaan adanya perkara korupsi terkait BLBI BDNI karena pemerintah telah memberikan kepastian tidak akan memidanakan,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Febri Diansya, Juru Bicara KPK mengatakan bahwa bahwa Sjamsul belum sepenuhnya memenuhi kewajiban sebesar Rp4,58 triliun.
Advokat Maqdir Ismail, selaku tim kuasa hukum tersangka dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim dan istrinya Ijtih Nursalim meminta pemerintah menggugat pembayaran jika terdapat kerugian negara dalam kasus BLBI. Menurutnya, kasus BLBI telah menghabiskan tenaga dan pikiran yang sangat menganggu dunia usaha.
“Lebih baik pemerintah mengajukan gugatan agar Sjamsul membayar kekurangan bila memang dipandang begitu. Dengan demikian masalah menjadi lebih sederhana dan tidak menghabiskan seluruh energi untuk kasus ini,” kata Maqdir saat dikonfirmasi, Jumat (21/6).
Maqdir menilai, penetapan Sjamsul sebagai tersangka dengan mengaitkannya pada pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) tidak tepat, karena SKL itu sepenuhnya urusan pemerintah. Dia menduga, alasan menersangkakan Sjamsul sangat lemah.
Menurutnya, perkara BLBI-BDNI telah selesai. Pemerintah sudah memberikan surat Release and Discharge (R&D) kepada Sjamsul pada 1999, sekitar lima tahun sebelum BPPN memberikan SKL.
Bahkan dalam kasus BLBI, Kejaksaan Agung telah menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3). “Ini membuktikan bahwa pemberian SKL adalah tindakan sepihak pemerintah,” ucap Maqdir.
Lebih jauh, Maqdir menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak tinggal diam terkait penyelesaian BLBI, karena pada 3 Juli 2003, ada kesepakatan antara Pimpinan Komisi IX DPR RI, Pemerintah dan Bank Indonesia. Kemudian, pada 1 Agustus 2003, Pemerintah dan BI telah membuat kesepakatan.
“Sebenarnya kebijakan penyelesaian BLBI yang dilakukan dengan cara perdata atau out of court settlement ini, adalah kebijakan bangsa dan negara. Dan ini dilakukan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk menyelamatkan pihak tertentu khususnya Sjamsul Nursalim,” jelas Maqdir.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, kewajiban pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim belum sepenuhnya terselesaikan. Proses penyidikan Sjamsul dan persidangan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung masih ada kerugian negara senilai Rp4,58 triliun.
“Belum semua kewajiban diselesaikan sehingga kami punya tanggung jawab sesuai dengan bukti-bukti yang ada,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantor KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (20/6).
Febri menyatakan, penetapan Sjamsul sebagai tersangka sudah sesuai dengan UU tindak pidana korupsi. Oleh sebab itu, sudah cukup jelas KPK menjerat Sjamsul dengan hukum pidana.
Oleh karena itu, KPK terus berupaya untuk mengembalikan kerugian keuangan negara senilai Rp4,58 triliun. Sebelumnya, aset Sjamsul juga telah teridentifikasi oleh KPK untuk kemudian akan dilakukan penyitaan. “Kami tegaskan KPK serius dalam menangani kasus ini,” tukas Febri. | BISNIS.COM / 21 Juni 2019
LIPUTAN6
TRIBUNNEWS
TEMPO
JAWAPOS
SINDONEWS
INDOPOS
AKURAT.CO
TIRTO.ID
https://tirto.id/kuasa-hukum-sarankan-pemerintah-ajukan-gugatan-ke-sjamsul-nursalim-ecR3
LAWJUSTICE
POSKOTANEWS
ELSHINTA